Telinga Hati

demi kesehatan jasmani & rohani serta lingkungan kita.. berikan hatimu pada pendengaranmu.. suarakan hatimu demi kesehatan pendengaran.. give your heart to your ears.. healthy hearing for happiness & prosperity

Ukuran Suara & Bising

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Arsip Blog

  • ►  2012 (1)
    • ►  April (1)
  • ▼  2011 (8)
    • ▼  Juni (8)
      • Regulasi di Indonesia terkait dengan masalah kebis...
      • Ukuran Suara & Bising
      • Polusi Suara
      • ANCAMAN KETULIAN PADA BALITA & REMAJA
      • 3 Maret : Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran
      • Perancangan, Survey, Pengendalian dan Monitoring N...
      • Ragam Program

Komunitas TELINGA HATI

Foto saya
telinga.hati
Indonesia
TELINGA HATI terbuka bagi siapa saja yang peduli pada lingkungan yang sehat, ramah lingkungan, khususnya tentang menghilangkan kebisingan. Kebisingan mengancam siapa saja, anak-anak, pekerja seni, buruh pabrik, karyawan, manajer, pengunjung mal, pengguna jalan, ibu rumah tangga, pelajar, dll. Silakan bergabung di sini, untuk saling belajar dan peduli soal polusi suara ini, demi kehidupan mendatang yang lebih berkualitas. Siapa pun Anda, jika peduli atas kesehatan diri sendiri baik jasmani, rohani dan lingkungan Anda serta turut meningkatkan kepedulian masyarakat luas, maka otomatis Anda adalah bagian dari komunitas TELINGA HATI. TELINGA HATI adalah seluruh jajaran & lapisan masyarakat Indonesia yang peduli bising demi kesehatan jiwa-raga & lingkungan, demi masyarakat yang sehat lahir-batinnya, sejahtera & makmur sentausa hidupnya, kaya-raya akhlaknya. Amin. Salam
Lihat profil lengkapku

Heart Ear Community

Heart Ear Community is open to anyone who cares about a healthy, environmentally friendly, particularly about eliminating the sound pollution. sound pollution threaten anyone, children, arts workers, factory workers, employees, managers, mall visitors, road users, housewives, students, etc. Please join here, to learn from each other and care about this noise pollution, for the sake of the coming of a higher quality of life.

Whoever you are, if health care for themselves either physically, spiritually and your environment and also increase awareness of the wider community, then you automatically are part of a Heart Ear Community.

Heart Ear Community
is a whole range of levels of Indonesian society & the mental health care for the noise, body & the environment, for the sake of a healthy society born-inner, peace & prosperity life, rich depraved. Amen

Viva Heart Ear Community


Contact Us

Address
Sekretariat:
Kalibata Indah II Blok Q-6
Jakarta Selatan

Website
http://telinga-hati.blogspot.com/

Email
telinga.hati@yahoo.com

Phone
+62 85217292179





Link


http://ketulian.com/v1/web/index.php

Komnas Penanggulangan Gangguan Pendengaran & Ketulian

DAAITV INDONESIA

Alfred_A._Tomatis





Ketulian pada Musisi

www.ketulian.com

Bising Psikologis
Problem Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Kejiwaan


Waspada, Kebisingan Dapat Picu Stroke

Seruu.com - Tinggal di kota besar seperti Jakarta, rasanya tidak akan bisa lepas dari kebisingan dan kemacetan lalu lintas. Hati-hatilah terhadap keadaan ini. Penelitian di Denmark menyebutkan seseorang yang terlalu sering terkena paparan kebisingan, risiko terkena stroke akan meningkat, khususnya bagi mereka yang berusia 65 tahun ke atas.

Penelitian untuk menyelidiki hubungan antara kebisingan lalu lintas jalan dan risiko stroke ini merupakan yang pertama kali dilakukan. Hasilnya menjelaskan bahwa orang yang berusia kurang dari 65 tahun kecil kemungkinan terkena peningkatan risiko stroke setelah kena paparan kebisingan.

Berbeda dengan orang yang berusia 65 tahun ke atas, menurut penelitian itu, risiko-nya akan meningkat sebesar 27 pc untuk setiap 10 dB (decibel) kebisingan lalu lintas, dikutip dari laman Times of India.

Menurut peneliti senior di Institute of Cancer Epidemiology, Cancer Society Denmark di Kopenhagen, yang memimpin penelitian ini, Dr Mette Sorensen, mengatakan, kebisingan lalu lintas menyebabkan tekanan darah meningkat. Tidak hanya meningkatkan stroke, katanya, juga bisa memicu serangan jantung.

Oleh karena itu, masyarakat disarankan untuk mengurangi terkena paparan kebisingan lalu lintas. Penelitian ini telah dipublikasikan dalam European Heart Journal. [jf]

http://www.seruu.com/index.php/2011022241504/keluarga/kesehatan-a-kecantikan/waspada-kebisingan-dapat-picu-stroke-41504/menu-id-712.html
Kebisingan Mempengaruhi Sakit Maag

Dampak Buruk dan Dampak Baik Suara

Kita semua tahu, saat ini kita lebih banyak dieksploitasi dengan terlalu banyak suara lebih dari masa apa pun dalam sejarah. Kehidupan modern sepertinya jadi perjuangan yang tak berkesudahan untuk melawan hiruk-pikuk yang kian meningkat.

Saat berada di rumah, telinga kita diisi oleh riuhnya suara binatang peliharaan, suara AC, televisi, dan banyak hal lain. Saat berada di jalan, kita juga mendengar keriuhan lain: proyek pembangunan, suara kendaraan umum yang menderu dan musik yang dinyalakan orang lain.

Menurut penelitian, musik berirama keras, hingga ‘berlimpah ruah’ berdampak dramatik pada psikologi. Selain berakibat merusak gendang pendengaran, menurut Dr. Luther Terry, mantan peneliti di Badan Bedah AS, yang melakukan penelitian adanya akibat negatif terkait suara yang bising, proses pendengaran melibatkan: kontruksi jantung, peredaran darah, meningkatkan kerja hati, pernafasan yang meningkat, menghambat penyerapan kulit dan tekanan kerangka otot, sistem pencernaan berubah, aktivitas yang berhubungan dengan kelenjar yang memberi pertanda pada zat-zat kimia dalam tubuh termasuk darah dan air seni, efek keseimbangan organ. Juga keseimbangan efek perasa dan perubahan kimia di otak. Itu semua merupakan sebagian dari efek suara bising pada manusia.

Terry juga mengungkapkan adanya efek negatif suara gaduh dalam perkembangan janin. Penelitian menemukan pula, kalau setelah terpapar suara berkekuatan tinggi, seperti suara pesawat yang tinggal landas atau tempat kerja yang sangat ramai, tekanan darah meningkat hingga 30%. Pengaruh negatif bertambah dengan adanya kenyataan tekanan darah meningkat dalam tingkat yang tinggi, bahkan saat paparan suara bising berakhir.

Mungkin Anda memilih untuk tak tinggal di dekat bandara agar tak terkena dampak buruk kebisingan lalu lintas pesawat. Meski demikian, suara gaduh lain yang mungkin kita pertimbangkan secara moderat memang memiliki pengaruh. Sebuah penelitian di Jerman menemukan, bahwa tinggal di daerah yang bising dan jalanan yang sibuk memungkinkan mengakibatkan serangan jantung sebesar 20%, lebih tinggi dari pada orang-orang yang tinggal di daerah tenang.

Studi tersebut menghubungkan permasalahan dalam mendengarkan, juga dipengaruhi oleh kebisingan. Selain itu, suara gaduh juga dapat berpengaruh pada anak-anak dalam belajar bicara, membaca, dan dalam menangkap pelajaran di sekolah. Pengaruh yang sama juga telah didokumentasikan pada orang-orang yang tinggal di dekat bandara, dekat rel kereta api dan jalan besar. Ketidakmampuan untuk mendengar dan memahami segala yang diajarkan guru dapat diartikan sebagai kualitas yang menyedihkan, dan bahkan dapat meningkatkan tingkat ketidaklulusan di sekolah.

Lebih jauh lagi, polusi suara juga membawa dampak pada tingkah laku anak-anak dan orang dewasa. Sebuah studi mengamati respon seorang pejalan kaki saat seseorang meminta bantuan di tempat yang gaduh. Sementara di tengah kebisingan suara mesin pemotong rumput yang meraung di sekitar, ada seseorang wanita yang patah tulang menjatuhkan bukunya, tak seorangpun datang untuk memberikan bantuan. Namun pada saat mesin pemotong rumput yang bersuara ribut dimatikan, dan kejadian yang sama diulang, beberapa pejalan kaki berhenti guna memberi bantuan pada wanita ini.

http://www.doktertomi.com/2006/07/20/dampak-buruk-dan-dampak-baik-suara-bag-i/
Pengaruh Bising pada Proses Belajar

...

PENDAHULUAN

Aktivitas-aktivitas keseharian yang dilakukan oleh manusia membutuhkan ingatan. Hampir semua aktivitas yang kita lakukan dimulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks melibatkan ingatan. Dengan kata lain, ingatan memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Berbagai usaha ditempuh oleh manusia untuk memaksimalkan ingatannya. Mencatat sesegara mungkin materi kuliah yang diterangkan dosen pada catatan, menggunakan penanda warna pada buku teks merupakan berbagai upaya memaksimalkan ingatan yang dilakukan oleh individu yang kuliah di perguruan tinggi. Usaha-usaha ini ada yang berhasil dan ada juga yang gagal. Beberapa di antaranya berhasil karena usaha yang diterapkan efektif untuk memaksimalkan ingatan dan beberapa di antaranya gagal.

Atkinson & Shrifin (1968, dalam Reed 2007) mengatakan bahwa informasi yang diterima dan disimpan dalam ingatan jangka pendek ini sangat rapuh, dan apabila informasi ini tidak diulang dalam jangka waktu 30 detik, maka informasi yang telah diterima akan hilang. Kenyataannya, informasi yang diterima terkadang tidak sampai 30 detik lamanya sudah menghilang. Hilangnya informasi yang telah kita terima dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor

tersebut yaitu pengaruh lingkungan.

Lingkungan di sekitar manusia penuh dengan gelombang-gelombang suara. Sebagian adalah suara-suara alamiah seperti suara angin mendesir, gemercik air, atau guntur. Sebagian lagi adalah suara-suara buatan seperti bunyi mesin mobil, alat musik, dan teriakan. Sarwono (1995) mengatakan selamagelombang-gelombang suara tersebut tidak dirasakan mengganggu manusia maka disebut sebagai bunyi (voice) atau suara (sound). Apabila gelombang-gelombang suara itu dirasakan mengganggu manusia maka disebut kebisingan (noise).

Bell (2005) mendefinisikan kebisingan sebagai suara-suara yang tidak diinginkan. Kebisingan dapat mengganggu konsentrasi kita dalam melakukan berbagai aktivitas, misalnya belajar. Sebagian orang yang dihadapkan pada kebisingan masih mampu berkonsentrasi pada materi yang dipelajari, dan sebagian lagi tidak mampu berkonsentrasi akhirnya tidak mampu mengingat materi yang telah dipelajari untuk menjawab soal ketika ujian tiba. Kenyataannya,

bagi sebagian orang kebisingan ini tidak mengganggu mereka. Lebih lanjut, Bell (2005) mengatakan bahwa terdapat 2 sifat kebisingan, yaitu : subjektif dan psikologis.

Dikatakan subjektif karena sangat tergantung pada individu yang bersangkutan, misalnya mengerjakan tugas kuliah dengan kondisi yang bising atau kondisi yang tenang. Dikatakan psikologis karena kebisingan merupakan stres tambahan ketika kita dihadapkan dalam suatu aktivitas, misalnya belajar.

Jadi, kebisingan bisa saja tidak mengganggu dan mengganggu karena adanya 2 sifat ini. Fenomena mengenai kebisingan ini dijumpai berdasarkan wawancara dengan sejumlah mahasiswa-mahasiswi Fakultas Psikologi USU. Berikut penggalan wawancara dengan D (19 tahun) mahasiswa Fakultas Psikologi USU sebagai berikut:

”Tidak ada masalah bang kalau ribut, di kos juga ribut, ya tergantung kita

lah bang. Ada keinginan pasti bisa belajar bang.”

(Wawancara personal, 28 Juli 2009)

Menurut C (19 tahun) mahasiswi Fakultas Psikologi USU :

”Bisa la belajar.. Kalo keinginan belajar kuat, asal jangan tergoda

lingkungan sekitar.”

(Wawancara personal, 30 Juli 2009)

Menurut NS (19 tahun) mahasiswi Fakultas Psikologi USU :

”Mana bisa belajar kalau ribut.. sikit bising aja uda g bisa masuk ke

otak..”

(Wawancara personal, 6 Agustus 2009)

Berdasarkan data yang diperoleh melalui wawancara personal terhadap 3 mahasiswa-mahasiswi Fakultas Psikologi USU, maka dapat dikatakan kebisingan yang dipersepsikan oleh ke-3 responden merupakan hal yang subjektif. Artinya, tidak ada batasan yang jelas apakah hal ini mengganggu atau tidak mengganggu performansi. Kjellberg (1996, dalam Furnham 2002) mengatakan bahwa kebisingan adalah sumber stres dan memberikan pengaruh negatif ketika

dihadapkan pada tugas kognitif. Hockey, Smith, dan Stansfield (1986, dalam Bell 2005) mengatakan bahwa kebisingan dapat mengurangi pemahaman mengenai wacana yang dibaca. Penelitian Evans dan Johnson (2000) menemukan bahwa individu tidak dapat memecahkan tugas menyusun puzzle dengan benar ketika dihadapkan pada sumber kebisingan.

Data wawancara terhadap mahasiswa-mahasiswi psikologi Universitas Sumatera Utara yang melibatkan 40 sampel dari angkatan 2006, 2007, 2008, dan 2009 menunjukkan bahwa 42.5% dapat belajar pada kondisi bising dan 57.5% terganggu ketika belajar pada kondisi bising. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pengaruh kebisingan terhadap performansi tugas sebagian dapat dipengaruhi oleh dimensi kepribadian. Seperti yang dijelaskan oleh Auble & Britton (1958 dalam Bell, 2005) bahwa individu introvert lebih terpengaruh pada kebisingan dalam hal mengerjakan tugas. Individu ekstrovert lebih tidak terpengaruh oleh kebisingan dibandingkan dengan individu introvert. Individu ekstrovert dapat menunjukkan tingkat performansi yang lebih baik jika bekerja dalam kondisi yang bising. Penelitian Campbell, Dornic, dan Ekehammar (1990, dalam Bell 2005) menunjukkan bahwa individu yang ekstrovert cenderung memilih setting kerja yang bising. Lieberman dan Rosenthal (2001, dalam Gray & Braver 2002) menunjukkan bahwa tingginya tingkat ekstroversi diasosiasikan dengan ingatan jangka pendek yang lebih baik.

Data wawancara singkat mengenai kebisingan juga didukung oleh observasi langsung. Ruangan kuliah Psikologi USU yang berukuran 25m x 8m tergolong cukup besar untuk dilangsungkan perkuliahan. Tampilan slide presentasi berdasarkan observasi selama 1 minggu berturut-turut menemukan bahwa 6 dari 10 mata kuliah menayangkan slide presentasi yang silau, warna yang

buram sehingga membuat mahasiswa-mahasiswi tidak mampu melihat isi slide dengan baik, ditambah lagi dengan kebisingan yang diakibatkan oleh konstruksi bangunan dan suara berisik di kelas (observasi pada tanggal 20 November – 2Desember 2009). Selain kebisingan dan dimensi kepribadian, banyak variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi ingatan manusia, diantaranya adalah warna. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Spence (2006 dalam Huchendorf, 2007), warna dapat meningkatkan rekognisi mengenai pemandangan alamiah

sebesar 5%. Eksperimen McConnohie (1999 dalam Huchendorf, 2007) dengan menghadirkan 3 jenis warna latar belakang pada tampilan slide presentasi danmeminta partisipan untuk menuliskan kembali kata-kata yang mereka ingat pada slide presentasi. Eksperimen McConnohie menunjukkan bahwa warna latar belakang yang terkesan tenang, yaitu warna biru dan hijau membuat partisipan sedikit lebih mengingat konten slide dibandingkan dengan warna latar belakang putih. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat sensitivitas (arousal). Warna yang lebih

terang cenderung membuat sensitivitas individu menjadi lebih tinggi dibandingkan warna yang gelap (McConnohie dalam Huchendorf, 2007).

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada paragraf-pararaf sebelumnya, terdapat pengaruh kebisingan, warna, dan dimensi kepribadian terhadap ingatan. Dalam rancangan eksperimen ini, akan dilihat apakah individu yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert memiliki ingatan yang lebih baik dibandingkan individu dengan dimensi kepribadian introvert jika dihadapkan pada kebisingan dan warna.

B.

dst...

---

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18437/5/Chapter%20I.pdf

Oleh: JERRY

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JUNI 2010

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18437/7/Cover.pdf



Gangguan Pendengaran Akibat Bising /GPAB ( Noise Induced Hearing Loss / NIHL)

Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran & Ketulian [Komnas PGPKT]

http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=196624003681254


Gangguan pendengaran akibat bising adalah Penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari, karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.

Bising berpengaruh terhadap masyarakat terutama masyarakat pekerja yang terpajan bising, sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan secara umum, antara lain gangguan pendengaran, gangguan fisiologi lain serta gangguan psikologi. Gangguan fisiologi dapat berupa peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi, peningkatan metabolisme basal, vasokonstriksi pembuluh darah, penurunan peristaltik usus serta peningkatan ketegangan otot. Efek fisiologi tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem saraf otonom. Keadaan ini sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap keadaan bahaya yang terjadi secara spontan. Gangguan psikologi dapat berupa stres tambahan apabila bunyi tersebut tidak diinginkan dan mengganggu, sehingga menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan melelahkan. Hal tersebut di atas dapat menimbulkan gangguan sulit tidur, emosional, gangguan komunikasi dan gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung dapat membahayakan keselamatan .

Upaya peningkatan kualitas hidup penderita diterapkan tidak hanya mencoba meningkatkan fungsi pendengaran dengan berbagai cara dan alat serta evaluasinya tetapi juga mencakup peningkatan kemampuan berkomunikasi dengan cara-cara yang lain seperti latihan membaca bibir dan lainnya. Dalam hal ini perlu dilakukan suatu upaya penilaian kemampuan berkomunikasi yang komprehensip. Kemudian penetapan bentuk pelatihan berkomunikasi untuk mengatasi pandangan buruk umum yang dialami oleh penderita gangguan pendengaran serta orientasi penggunaan alat bantu dengar, pelatihan fungsi pendengaran, latihan membaca bibir dan berkomunikasi melalui alat telekomunikasi seperti telepon.

Untuk mengurangi angka terjadinya gangguan pendengaran akibat bising (GPAB / NIHL) diperlukan usaha-usaha penanggulangan NIHL baik secara promotif, preventif, dan rehabilitatif. Dalam mengupayakan usaha tersebut diperlukan kerjasama yang terpadu dari baik masyarakat itu sendiri, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Pemerintah dalam hal ini institusi kesehatan.

Masyarakat melalui para kader perlu dilibatkan secara aktif dan inovatif terutama pada tingkat promotif. Lini kesehatan terdepan misalnya Puskesmas, Balai Kesehatan, dll memiliki peran yang besar baik di tingkat promotif, serta deteksi dini terjadinya NIHL.

Di lain pihak jumlah spesialis THT di Indonesia berjumlah 700 orang. Dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah lebih kurang 214,1 juta jiwa, tentu jumlah tersebut masih sangat kurang. Untuk meningkatkan penanggulangan NIHL maka diperlukan pengetahuan, pengenalan, dan pencegahan NIHL oleh masyarakat bersama-sama kader dan tenaga kesehatan. Selain itu diperlukan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi tenaga kesehatan di lini terdepan untuk mendiagnosis NIHL


ANALISIS SITUASI


* Epidemiologi

Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja di berbagai negara. Sedikitnya 7 juta orang ( 35 % dari total populasi industri di Amerika dan Eropa ) terpajan bising 85 dB atau lebih. Ketulian yang terjadi dalam industri menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa.

Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan intensitas lebih dari 85 dB. Barrs melaporkan pada 246 orang tenaga kerja yang memeriksakan telinga untuk keperluan ganti rugi asuransi, ditemukan 85 % menderita tuli saraf, dan dari jumlah tersebut 37 % didapatkan gambaran takik pada frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz.

Di Polandia diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja industri mempunyai risiko terpajan bising , dengan perkiraan 25 % dari jumlah yang terpajan terjadi gangguan pendengaran akibat bising. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari 100.000 pekerja setiap tahun.

Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak lama. Survei yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Hendarmin dan Hadjar tahun 1971, mendapatkan hasil bising jalan raya (Jl.MH.Thamrin, Jakarta) sebesar 95 dB lebih pada jam sibuk.

Sundari pada penelitiannya di pabrik peleburan besi baja di Jakarta, mendapatkan 31,55 % pekerja menderita tuli akibat bising, dengan intensitas bising antara 85 – 105 dB, dengan masa kerja rata-rata 8,99 tahun.

Lusianawaty mendapatkan 7 dari 22 pekerja ( 31,8%) di perusahaan kayu lapis Jawa Barat mengalami tuli akibat bising, dengan intensitas bising lingkungan antara 84,9 – 108,2 dB.

Purnama pada penelitian dampak pajanan bising bajaj pada pengemudinya mendapatkan 26 dari 32 pengemudi mengalami tuli akibat bising, 14 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap awal dan 12 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap lanjut. Rerata intensitas bising bajaj pada kelompok kasus tersebut adalah 101,42 dB dengan lama pajanan kerja 12,37 tahun dan 98,5 dB pada kelompok kontrol dengan lama pajanan kerja 8 tahun.

Bashiruddin pada penelitian pengaruh bising dan getaran pada fungsi keseimbangan dan pendengaran mendapatkan rerata intensitas bising bajaj pada beberapa frekuensi adalah 90 dB dengan intensitas maksimum 98 dB dan serata akselerasi getar adalah 4,2 m/dt. Hal ini melebihi nilai ambang batas bising dan getaran yang diperkenankan. Kombinasi antara bising alat transportasi dengan sistem suspensi dan gas buang yang buruk seperti bajaj dan bising jalan raya menyebabkan risiko gangguan pendengaran pengemudi kendaraan tersebut menjadi lebih tinggi.


* Demografi


Gambaran populasi berdasarkan kelompok umur, kelompok pekerjaan, status sosial, dan status pendidikan.

Agar dapat secara efektif mengatasi NIHL, ada beberapa pertanyaan yang harus terlebih dahulu dicari jawabannya, antara lain :

1. Seberapa besar jumlah penderita NIHL di suatu daerah ?

2. Bagaimana proporsi penduduk di daerah tersebut ?

3. Bagaimana dengan tingkat pengetahuan penduduk di daerah tersebut ?

4. Untuk menurunkan prevalensi NIHL, perlu diketahui sarana dan SDM yang tersedia.


* Infrastuktur

Sumber Daya:

* Jumlah Dokter Spesialis THT

* Jumlah Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi

* Jumlah Dokter Perusahaan (Dokter Kesehatah Kerja)

* Jumlah Dokter Umum dan tenaga paramedis terlatih

* Jumlah Tenaga Swadaya Masyarakat (kader terlatih)


Sarana dan Fasilitas

  • Rumah Sakit yang memiliki fasilitas diagnostik fungsi pendengaran (Audiometer)
  • Puskesmas yang memiliki alat diagnostik fungsi pendengaran (Audiometer), corong telinga, otoskop/ senter, garputala).
  • Target : Menurunkan 50% angka gangguan pendengaran akibat bising pada tahun 2010


* Indikator

  • Jumlah Dokter Umum yang dilatih
  • Jumlah paramedis yang dilatih
  • Jumlah kader/ guru yang dilatih
  • Frekuensi kegiatan promosi yang dilakukan dalam periode tertentu
  • Jumlah pekerja terpajan bising yang diperiksa setiap tahun
  • Frekuensi pemeriksaan pekerja terpajan bising
  • Jumlah pekerja terpajan bising yang dideteksi menderita NIHL
  • Jumlah kasus NIHL yang dilaporkan



ALTERNATIF PENANGGULANGAN


Program akan berhasil apabila tersosialisasi dengan baik, sehingga setiap orang yang terkait dengan upaya penanggulangan NIHL (masyarakat, pemerintah setempat, tenaga medis) dapat menjalankan perannya masing-masing setelah mengetahui masalah yang dihadapi serta tujuan yang hendak dicapai.

  • Melakukan penyuluhan kepada kader, tokoh masyarakat serta masyarakat itu sendiri tentang NIHL mengenai pengertian, gejala, penyebab, dampak dan penatalaksanaan.
  • Advokasi pada pemerintah setempat (PEMDA) untuk memfasilitasi serta menyediakan anggaran untuk memperbaiki maupun melengkapi infrastruktur.
  • Melakukan pendekatan kepada pengusaha serta organisasi swadaya masyarakat untuk saling bekerja sama dalam menanggulangi masalah yang dihadapi pekerja / masyarakat yang terpajan bising.
  • Melakukan analisis situasi, menetapkan tujuan serta evaluasi berkala.
  • Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan kader untuk melakukan deteksi dini dan rujukan
  • Pelatihan dokter kesehatan kerja untuk meningkatkan upaya deteksi dan intervensi dini.




---


Daftar Pustaka


* Tedjo Oedono R M. Penatalaksanaan Penyakit Akibat Lingkungan Kerja Di bidang THT. KONAS PERHATI VII, .Malang 1996 : 91 –111.

* Alberty PW. Occupational hearing Loss. In : Balenger JJ ed.Disease of The Ear Nose and Throat. Head Neck Surgery, 14 th Ed. Philadelphia. WB Saunders. 1991 : 1053 – 66.

* Hutchinson KM, Alessio HM, Spadafore M. Effect of Low Intensity Exercise and Noise Exposure on Temporary Threshold Shift. Scandinavia Audiology 1991 ; 20 : 121 – 7.

* Borg E, Canlon B, Engstrom B. Noise Induced Hearing Loss. Literature review and experiments in rabbits. Scandinavian Audiology Supplement 40. 1995; 24 : 9-46

* Dobie RA. Noise Induced Hearing Loss In : Bailey BJ, ed. Head and Neck Surgery Otolaryngology, Vol 2. Philadelphia, JB Lippin Cot Co. 1993 : 1782 – 91.

* Pickles JO. Physiology of The Ear. In : Kerr AG, ed. Basic Sciences. Scott Browns Otolaryngology 5 th ed. London. Butter worths. 1991 : 47 – 77.

* Alberty PW. Noise & The Ear. In :Kerr AG ed. Adult Audiology, Scott Browns Otolaryngology 5th ed. London Butterworths 1991 : 594 – 641.

* Sutirto I, Bashiruddin J. Tuli akibat bising dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok . Edisi ke 5. Jakarta Balai Penerbit FKUI 2001 : 37 – 39.

* Niland J,Zenz C. Occupational hearing loss. Noise and Hearing Conservation. In Occupational Medicine 3 rd; ed. St Louis Mosby.1994: 258-96.

* Rampal KG, Noorhassim I. Auditory Disorders. In : Jeyaratman J, Koh D eds. Textbook of Occupational Medicine Practice. Singapore.World Scientific. 1996 : 272 – 298.

* Suma'mur PK. Kebisingan dalam Higne Perusahan dan Kesehatan Kerja ed 9. Jakarta 1993: 57-68

* Hendarmin H. Noise Induced Hearing Loss. Konas PERHATI II Jakarta ; 1971.p. 224 – 9.

* Hendarmin H, Hadjar E. Noise and Noise Polutions in Jakarta. Konas PERHATI II Jakarta ; 1971.p. 230 –43.

* Sundari. Hubungan pemajanan bising dengan ambang pendengaran tenaga kerja di Bagian Peleburan dan Pengontrolan Besi Baja PT B.D. Jakarta ;1994.

* Lusianawaty T. Gangguan pendengaran akibat bising pada tenaga kerja di Perusahaan Plywood PT X, jawa Barat. Thesis, Jakarta ; 1998.

* Purnama H. Dampak pajanan bising bajaj pada pengemudinya. Skripsi. Jakarta ; 1997.

* Bashiruddin J, Pengaruh Bising dan Getaran pada Fungsi Keseimbangan dan Pedengaran, Disertasi, Jakarta 2002.


---




National Committee on Prevention Hearing Loss & Deafness
Noise induced hearing loss is sensorineural type of hearing decline, which at first did not realize, because not interfere with everyday conversation. The nature of interference is the type of cochlear sensorineural deafness and usually occurs in the two ears. Risk factors that affect the degree of severity of hearing loss is noise intensity, frequency, duration of exposure per day, length of service, individual sensitivity, age and other factors that can influence. Based on this it is understandable that the amount of exposure to noise energy received is proportional to the damage obtained.
Noise effect on society have workers exposed to noise, so that it can cause various health disorders in general, including hearing loss, other physiological disorders and psychological disorders. Physiological disorders may include increased blood pressure, accelerated pulse rate, increase basal metabolism, vasoconstriction of blood vessels, decreased intestinal peristalsis and increased muscle tension. Physiological effect is caused by increased stimulation of the autonomic nervous system. This situation is actually the body's defense mechanism against the danger that occurs spontaneously. Psychological disorders may be additional stress if the noise is unwanted and disturbing, giving rise to unpleasant feelings and exhausting. The above may cause sleeplessness, emotional, communication disorders and impaired concentration which may indirectly endanger the safety.
Efforts to improve patient quality of life applies not only try to enhance auditory function in various ways and means as well as the evaluation but also include increased ability to communicate in other ways such as lip reading and other exercises. It needs to be an effort to communicate a comprehensive assessment of capabilities. Then communicate the determination to overcome the form of training common adverse outlook experienced by hearing impaired and orientation of the use of hearing aids, auditory training function, training and lip reading to communicate via telecommunication devices such as phones.To reduce the occurrence of noise induced hearing loss (GPAB / NIHL) is required NIHL prevention efforts both promotive, preventive, and rehabilitative. In the effort required to seek a unified cooperation of both the communities themselves, NGOs and government health institutions in this regard.Community through volunteers should be involved actively and innovative, especially at the level of promotion. Line leading health eg Health Center, Health Center, etc. have a big role in both the level of promotion, as well as early detection of NIHL.On the other hand the number of ENT specialists in Indonesia amounted to 700 people. Compared with a population of Indonesia, which amounted to approximately 214.1 million, of that number is still lacking. To improve the necessary knowledge NIHL prevention, recognition, and prevention of NIHL by the community together and cadres of health personnel. Also needs to improve knowledge and skills for health personnel in the front line to diagnose NIHL

SITUATION ANALYSIS

* EpidemiologyNoisy work environment is a major issue in occupational health in various countries. At least 7 million people (35% of the total population in the United States and European industry) exposed to noise 85 dB or more. Deafness occurring in the industry ranks first in the list of occupational diseases in America and Europe.In America more than 5.1 million workers exposed to noise with intensities over 85 dB. Barrs reported on 246 workers, who examined the ears for the purpose of indemnity insurance, found 85% suffering from nerve deafness, and 37% of that number obtained picture of the notch at a frequency of 4000 Hz and 6000 Hz.In Poland an estimated 600,000 of 5 million industrial workers at risk of being exposed to noise, with an estimated 25% of the amount of exposure to noise induced hearing loss occurs. Of all occupational diseases can be identified with deafness due to noise over 36 new cases out of 100,000 workers every year.In Indonesia research on noise induced hearing loss has been done long ago. A survey conducted by Hendarmin in the same year on Manufacturing Plant Pertamina and two ice factories in Jakarta to get there is hearing loss results in 50% of the number of employees with increased hearing threshold of 5-10 dB while the employees who have worked continuously for 5 - 10 years. Research conducted by Hendarmin and Hadjar in 1971, getting the noisy highway (Jl.MH.Thamrin, Jakarta) by 95 dB at peak hours.Sundari on research in the steel smelting plant in Jakarta, a 31.55% of workers suffer from deafness due to noise, intensity noise of 85-105 dB, with an average life of 8.99 years.
Lusianawaty get 7 of 22 workers (31.8%) in West Java plywood company suffered deafness due to noise, the environment noisy intensity between 84.9 to 108.2 dB.Full moon on the research impact of noise exposure on the three-wheeler driver to get 26 of the 32 drivers experienced deafness due to noise, 14 drivers experienced the early stages of noise induced deafness and 12 drivers have advanced stages of deafness due to noise. The mean intensity of the noisy three-wheeler in the case group was 101.42 dB with 12.37 years old work exposure and 98.5 dB in the control group with a long exposure to the work of 8 years.Bashiruddin on the influence of noise and vibration studies on the functions of balance and hearing a noise bajaj average intensity at several frequencies is 90 dB with a maximum intensity of 98 dB and serata vibration acceleration is 4.2 m / dt. This exceeds the threshold value diperkanankan noise and vibration. The combination of noisy transport with suspension and exhaust systems are bad like Bajaj and noisy roads lead to hearing loss risk of the driver's vehicle is higher.
* Demographics
Picture of population by age group, occupational groups, social status, and educational status.In order to effectively cope with NIHL, there are several questions that must first be resolved, among others:1. How big is the number of people with NIHL in a region?2. What proportion of the population in the area?3. What about the knowledge level of residents in the area?4. To reduce the prevalence of NIHL, please be aware of available facilities and human resources.
* Infrastructure
Resources:* The number of ENT Specialists* Number of Occupational Medicine Specialists* Number of Company Doctor (Doctor Kesehatah Work)* Number of General Practitioners and trained paramedics* Number of Organizations (trained volunteers)


Facilities and Amenities

  • Hospitals that have the diagnostic facilities of hearing (audiometer)
  • Health center that has a diagnostic tool function of hearing (audiometer), funnel ears, otoscope / flashlight, tuning fork).
  • Target: Reduce 50% rate noise induced hearing loss in 2010



* Indicators

Number of General Practitioners are trained

The number of paramedics who are trained

Number of volunteers / teachers who are trained

The frequency of promotional activities carried out within a certain period

The number of workers exposed to noise are examined each year

The frequency of examination of workers exposed to noise

The number of workers exposed to noise were detected suffering from NIHL

The number of reported cases of NIHL


ALTERNATIVE REMEDIES
The program will be successful if properly socialized, so that every person associated with NIHL prevention efforts (community, local government, medical personnel) can perform their respective roles after knowing the problems faced and the objectives to be achieved.

  • Conduct outreach to the cadres, community leaders and the community itself about NIHL of understanding, symptoms, causes, impacts and management.
  • Advocacy at the local government (local government) to facilitate and provide the budget to repair and complete the infrastructure.
  • To approach employers and civil society organizations to work together in tackling the problems faced by workers / communities exposed to noise.
  • Conduct a situation analysis, goal setting and periodic evaluation.
  • Conduct training for health workers and cadres to conduct early detection and referral
  • Training of occupational physicians to improve detection and early intervention efforts.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING

(NOISE INDUCED HEARING LOSS / NIHL)

Ronny Suwento*


= Bising adalah suara yang tidak diharapkan, menggangu

= Gangguan pendengaran yg disebabkan pajanan bising yang cukup keras ( > 85 dB) dalam jangka waktu yang cukup lama. Umumnya akibat bising di lingkungan kerja.

Saat ini : rumah tangga, permainan, musik ( Music Induced Hearing Loss / MIHL )


PENGARUH BISING TERHADAP KESEHATAN

  1. Gangguan pendengaran / NIHL
  1. Gangguan Kesehatan lain

o Stress : Peningkatan hormon stress: nor-epineprin, cortisol perubahan irama jantung dan tekanan darah.

o Hipertensi dan penyakit Kardiovaskular

o Gangguan tidur : usia > 18 tahun , radius 25 Km dari Bandara Schiphol (Amsterdam): 31 % gangguan tidur

o BB Lahir rendah , Prematur : Rehm - Jansen : prematur akibat bising Bandara Duseldorf - Jerman


PERAN KOKLEA (rumah siput) DALAM PROSES MENDENGAR

Sensor suara yang masuk : distribusi frekuensi / nada ( dipilah – pilah)

Mengubah energi akustik menjadi energi listrik, bias dihantarkan ke otak melalui saraf pendengaran


EFEK AUDITORIK

(1)Adaptasi : Intensitas 70 dB ; pulih dalam waktu 0.5 detik

(2)Temporary Threshold Shift (TTS)

• Peningkatan ambang dengar sementara

• Intensitas minimum 75 dB

• Stimulus efektif : 2 – 6 KHz

• Perubahan metabolik (koklea)

• Pemulihan : menit ----- jam

• Perbaikan struktur sel rambut koklea dlm 48 jam

• Perbaikan gagal ------- Permanent Threshold Shift / PTS

(3) Permanent Threshold Shift / PTS

· Proses pemulihan TTS tidak lengkap.

· Pajanan singkat, intensitas sangat tinggi

· Pajanan berulang,intensitas tinggi (> sering)

· Kerusakan sel-sel rambut koklea meluas ke serabut saraf pendengaran


PENGARUH BISING TERHADAP ORGAN TELINGA

Perubahan pada koklea(rumah siput) telinga:

(1) Mikrotrauma

Stereosilia (Sel rambut dalam + Sel rambut luar/ paling dipengaruhi)


*Pusat Kesehatan Telinga dan Gangguan Komunikasi, Divisi THT Komunitas, Dep THT FKUI/ RSCM.


Sementara (TTS): kekakuan stereosilia + respons <<

Permanen(PTS) : kematian stereosilia

Berat : kerusakan total organ corti

degenerasi saraf pendengaran

jaringan parut nukleus auditorius batang otak

(2) Perubahan vaskular, kimia dan metabolik koklea

· WHO (1988) 8 -12 % penduduk dunia menerima dampak bising

· Denmark : GPAB : 28 / 100.000 penduduk

· USA pekerja terpapar 9 juta ( 1981) 30 juta ( 1990)

· Jerman : 12 – 15 % pekerja GPAB.

· Daniel N.FKUI,2005:102 pekerja industri baja, usia 30 – 46 thn, 61.8 % GPAB

· Morioka Pref. /Jepang ( 1993) : 37 remaja penggemar rock : tinitus/berdenging; 30 diantaranya GPAB.

· GPAB remaja Norwegia: 12 % (1981) 22 % (1988)

· 40 pekerja 5 disko S‘ pura, 22.7 jam / minggu: 41.9 % GPAB

· Bangkok : 29.06 % motor & Tuk-tuk; bising > 85 dB.

· Rofii,A.FKUI,1996: pekerja jalan raya (Jakarta) 10,71 % GPAB


INTENSITAS DAN WAKTU PAJANAN BISING YANG DIPERKENANKAN

( SK Menaker RI No 51/1999 )

Pajanan bising maksimum 85 dB, 8 jam/hari; 40 jam/minggu tanpa APP( alat pelindung pendengaran)

Intensitas (dB)

Waktu

( jam/ hari)

80

24

82

16

85

8

88

4

91

2

94

1

97

½

100

1/4


Three decibel doubling rate: Setiap penambahan intensitas 3 dB, waktu pajanan berkurang 50 %














Daily Permissible Noise Level Exposure
U.S. Department of Labor Occupational Safety & Health Administration (OSHA)

Jam/hari

Sound Level (dB)

8

90

6

92

4

95

3

97

2

100

1.5

102

1

105

0.5

110

0.25

115


















GEJALA GPAB

· Pendengaran berkurang ( berangsur )

· Telinga berdenging ( tinnitus )

· Sulit memahami percakapan dgn kekerasan biasa.

· Sulit memahami percakapan di lingkungan bising ( background noise)

· Distorsi kualitas suara ( musik )


Intensitas (dB)

Waktu (tahun)

115

1

105

3

100

10

95

20

Am. National Standart Institute(ANSI)

• Pajanan 88 dB - 10 tahun : peningkatan ambang 9 dB

• Pajanan 95 dB - 10 tahun : 15 dB

• Grant (2005)* peningkatan ambang 25 dB – 4 KHz



GANGGUAN BISING LAIN

· Transportasi

· Rumah Tangga

· Musik

· Alat Komunikasi/Gadget

· Permainan anak


S.Gold, PhD,Dept of Communicative Disorders at Tennessee State University the noise level of six different types of appliances in ten different kitchens

Appliances Loudness

Average

Range Level Loudness

(dB SPL*)

blender with ice

83.482 - 85.0

blender w/ water

80.977 - 86.5

dishwasher

65.444 - 78.0

electric mixer

75.071 - 80.0

pop-up toaster

66.658 - 84.5

stove fan

65.152 - 76.5

vacuum cleaner

81.168 - 94
















BISING DARI MAINAN/ PERMAINAN ANAK

Saat ini di AS / Negara maju lainya belum ada pengaturan batasan intensitas bunyi alat permainan.

American Speech-Language-Hearing Association (ASHA): Risiko gangguan pendengaran akibat mainan / permainan yang menimbulkan suara bising.

• Sejumlah mainan mengeluarkan suara lebih dari 100 Db ( batas aman : 80 - 85 dB)

• Mainan berbahaya utk pendengaran : > 90 dB

• Anak kebiasaan mendekatkan mainan ke telinga; dapat mencapai 120 dB ( pesawat Jet take off)


Univ of California (2007) membuat peringkat 16 mainan paling populer 2007 & memiliki risiko pemaparan bising bagi anak

• Kisaran bising antara 85 – 106 dB.

• Peringkat I : High School Musical Rockerz Jammin Guitar ( 106 dB)

• Peringkat II: Cheetah Girls in Concert Collection Doll ( 104 dB)

• Risiko lain utk anak yang lebih besar, telah dapat menikmati permainan di game zone


BISING DARI ALAT PEMUTAR REKAMAN

Ancaman lain untuk pendengaran anak dan remaja: penggunaan alat pemutar rekaman : Walkman, MP3 player, CD player , iPOD ; volume max 100 – 115 dB.

Suara musik secara efisien dan langsung ke dalam telinga melalui ear phone tanpa mengganggu lingkungannya.

Teknologi perangkat musik ini dapat dibawa ke mana saja dalam keadaan terpasang dgn ribuan judul lagu. Waktu paparan bertambah lama & risiko gangguan pendengaran menjadi lebih besar.

· Volume ideal untuk mendengar musik dari alat pemutar rekaman adalah 60% volume max,penggunaan total 60 menit/ hari. Bila > 60 % volume max, waktu harus < 1 jam/hari.

· Cara mendengar musik dengan volume aman - tanpa terganggu suara lingkungan - dengan earphone khusus yang memiliki fasilitas noise canceling (SONY, Panasonic, BOSE ) sehingga suara dari luar tidak masuk ke telinga.



TtTIP MENGHINDARI TERPAPAR BISING DARI SUARA MAINAN

o Pilih mainan/permainan yang bunyinya tidak melebihi 80 - 85 dB

o Atur agar jarak mainan/ permainan minimal 30 cm dari telinga

o Batasi waktu mendengar bunyi mainan tidak lebih dari 10 menit

o Hindari berada terlalu lama di lingkungan zona permainan yang bising,



Suwento R.Bahaya mainan pada pendengaran anak. Dalam: Bunga Rampai Tips Pediatrik. Badan Penerbit IDAI 2008, hal 278-285


TIPS PENGGUNAAN ALAT PEMUTAR REKAMAN YANG AMAN ( CD/MP3 PLAYER, iPOD)

o Atur volume di tempat sepi

o Atur volume agar masih dapat mendengar percakapan

o Volume ideal : 60% volume max utk penggunaan total 60 menit/ hari.


Bila lebih dari 60 % volume max, kurangi waktu penggunaan.

Pilih pemutar rekaman yang dilengkapi pembatas bising (noise limite)

Manfaatkan software khusus (iPOD edisi 2006 keatas ) untuk mengunci ( lock option) volume maxo

Gunakan earphone dgn fasilitas noise canceling atau sound isolation.


Pengaruh Bising pada Proses Belajar

PENGARUH KEBISINGAN DAN WARNA TERHADAP INGATAN JANGKA PENDEK DITINJAU DARI DIMENSI KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

PENDAHULUAN

Aktivitas-aktivitas keseharian yang dilakukan oleh manusia membutuhkan ingatan. Hampir semua aktivitas yang kita lakukan dimulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks melibatkan ingatan. Dengan kata lain, ingatan memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Berbagai usaha ditempuh oleh manusia untuk memaksimalkan ingatannya. Mencatat sesegara mungkin materi kuliah yang diterangkan dosen pada catatan, menggunakan penanda warna pada buku teks merupakan berbagai upaya memaksimalkan ingatan yang dilakukan oleh individu yang kuliah di perguruan tinggi. Usaha-usaha ini ada yang berhasil dan ada juga yang gagal. Beberapa di antaranya berhasil karena usaha yang diterapkan efektif untuk memaksimalkan ingatan dan beberapa di antaranya gagal.

Atkinson & Shrifin (1968, dalam Reed 2007) mengatakan bahwa informasi yang diterima dan disimpan dalam ingatan jangka pendek ini sangat rapuh, dan apabila informasi ini tidak diulang dalam jangka waktu 30 detik, maka informasi yang telah diterima akan hilang. Kenyataannya, informasi yang diterima terkadang tidak sampai 30 detik lamanya sudah menghilang. Hilangnya informasi yang telah kita terima dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor tersebut yaitu pengaruh lingkungan.

Lingkungan di sekitar manusia penuh dengan gelombang-gelombang suara. Sebagian adalah suara-suara alamiah seperti suara angin mendesir, gemercik air, atau guntur. Sebagian lagi adalah suara-suara buatan seperti bunyi mesin mobil, alat musik, dan teriakan. Sarwono (1995) mengatakan selama gelombang-gelombang suara tersebut tidak dirasakan mengganggu manusia maka disebut sebagai bunyi (voice) atau suara (sound). Apabila gelombang-gelombang suara itu dirasakan mengganggu manusia maka disebut kebisingan (noise).

Bell (2005) mendefinisikan kebisingan sebagai suara-suara yang tidak diinginkan. Kebisingan dapat mengganggu konsentrasi kita dalam melakukan berbagai aktivitas, misalnya belajar. Sebagian orang yang dihadapkan pada kebisingan masih mampu berkonsentrasi pada materi yang dipelajari, dan sebagian lagi tidak mampu berkonsentrasi akhirnya tidak mampu mengingat materi yang telah dipelajari untuk menjawab soal ketika ujian tiba. Kenyataannya, bagi sebagian orang kebisingan ini tidak mengganggu mereka. Lebih lanjut, Bell (2005) mengatakan bahwa terdapat 2 sifat kebisingan, yaitu : subjektif dan psikologis.

Dikatakan subjektif karena sangat tergantung pada individu yang bersangkutan, misalnya mengerjakan tugas kuliah dengan kondisi yang bising atau kondisi yang tenang. Dikatakan psikologis karena kebisingan merupakan stres tambahan ketika kita dihadapkan dalam suatu aktivitas, misalnya belajar.

Jadi, kebisingan bisa saja tidak mengganggu dan mengganggu karena adanya 2 sifat ini. Fenomena mengenai kebisingan ini dijumpai berdasarkan wawancara dengan sejumlah mahasiswa-mahasiswi Fakultas Psikologi USU. Berikut penggalan wawancara dengan D (19 tahun) mahasiswa Fakultas Psikologi USU sebagai berikut:

”Tidak ada masalah bang kalau ribut, di kos juga ribut, ya tergantung kitalah bang. Ada keinginan pasti bisa belajar, bang.”

(Wawancara personal, 28 Juli 2009)

Menurut C (19 tahun) mahasiswi Fakultas Psikologi USU :

”Bisa la belajar.. Kalo keinginan belajar kuat, asal jangan tergoda lingkungan sekitar.”

(Wawancara personal, 30 Juli 2009)

Menurut NS (19 tahun) mahasiswi Fakultas Psikologi USU :

”Mana bisa belajar kalau ribut.. sikit bising aja uda g bisa masuk ke otak..”

(Wawancara personal, 6 Agustus 2009)

Berdasarkan data yang diperoleh melalui wawancara personal terhadap 3 mahasiswa-mahasiswi Fakultas Psikologi USU, maka dapat dikatakan kebisingan yang dipersepsikan oleh ke-3 responden merupakan hal yang subjektif. Artinya, tidak ada batasan yang jelas apakah hal ini mengganggu atau tidak mengganggu performansi.

Kjellberg (1996, dalam Furnham 2002) mengatakan bahwa kebisingan adalah sumber stres dan memberikan pengaruh negatif ketika dihadapkan pada tugas kognitif.

Hockey, Smith, dan Stansfield (1986, dalam Bell 2005) mengatakan bahwa kebisingan dapat mengurangi pemahaman mengenai wacana yang dibaca.

Penelitian Evans dan Johnson (2000) menemukan bahwa individu tidak dapat memecahkan tugas menyusun puzzle dengan benar ketika dihadapkan pada sumber kebisingan.

Data wawancara terhadap mahasiswa-mahasiswi psikologi Universitas Sumatera Utara yang melibatkan 40 sampel dari angkatan 2006, 2007, 2008, dan 2009 menunjukkan bahwa 42.5% dapat belajar pada kondisi bising dan 57.5% terganggu ketika belajar pada kondisi bising. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pengaruh kebisingan terhadap performansi tugas sebagian dapat dipengaruhi oleh dimensi kepribadian. Seperti yang dijelaskan oleh Auble & Britton (1958 dalam Bell, 2005) bahwa individu introvert lebih terpengaruh pada kebisingan dalam hal mengerjakan tugas. Individu ekstrovert lebih tidak terpengaruh oleh kebisingan dibandingkan dengan individu introvert. Individu ekstrovert dapat menunjukkan tingkat performansi yang lebih baik jika bekerja dalam kondisi yang bising.

Penelitian Campbell, Dornic, dan Ekehammar (1990, dalam Bell 2005) menunjukkan bahwa individu yang ekstrovert cenderung memilih setting kerja yang bising. Lieberman dan Rosenthal (2001, dalam Gray & Braver 2002) menunjukkan bahwa tingginya tingkat ekstroversi diasosiasikan dengan ingatan jangka pendek yang lebih baik.

Data wawancara singkat mengenai kebisingan juga didukung oleh observasi langsung. Ruangan kuliah Psikologi USU yang berukuran 25m x 8m tergolong cukup besar untuk dilangsungkan perkuliahan. Tampilan slide presentasi berdasarkan observasi selama 1 minggu berturut-turut menemukan bahwa 6 dari 10 mata kuliah menayangkan slide presentasi yang silau, warna yang buram sehingga membuat mahasiswa-mahasiswi tidak mampu melihat isi slide dengan baik, ditambah lagi dengan kebisingan yang diakibatkan oleh konstruksi bangunan dan suara berisik di kelas (observasi pada tanggal 20 November – 2Desember 2009).

Selain kebisingan dan dimensi kepribadian, banyak variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi ingatan manusia, di antaranya adalah warna. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Spence (2006 dalam Huchendorf, 2007), warna dapat meningkatkan rekognisi mengenai pemandangan alamiah sebesar 5%. Eksperimen McConnohie (1999 dalam Huchendorf, 2007) dengan menghadirkan 3 jenis warna latar belakang pada tampilan slide presentasi dan meminta partisipan untuk menuliskan kembali kata-kata yang mereka ingat pada slide presentasi. Eksperimen McConnohie menunjukkan bahwa warna latar belakang yang terkesan tenang, yaitu warna biru dan hijau membuat partisipan sedikit lebih mengingat konten slide dibandingkan dengan warna latar belakang putih. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat sensitivitas (arousal). Warna yang lebih terang cenderung membuat sensitivitas individu menjadi lebih tinggi dibandingkan warna yang gelap (McConnohie dalam Huchendorf, 2007).

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada paragraf-pararaf sebelumnya, terdapat pengaruh kebisingan, warna, dan dimensi kepribadian terhadap ingatan. Dalam rancangan eksperimen ini, akan dilihat apakah individu yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert memiliki ingatan yang lebih baik dibandingkan individu dengan dimensi kepribadian introvert jika dihadapkan pada kebisingan dan warna.

dst...

---

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18437/5/Chapter%20I.pdf


Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut